Dalam sebuah negara penganut paham Demokrasi, pemilu menjadi kunci untuk terciptanya demokrasi, dan karena itu pemilu juga sering disebut sebagai pesta demokrasi..
Rakyat pun di wajibkan berpartisipasi, alternatif golput diharamkan bagi penduduk negeri..
Pemilu bukan ajang mencari bakat, melainkan pemilu adalah kesempatan untuk perubahan bangsa yang lebih baik dan bermartabat..
Para calon kandidat yang ikut pemilu pun beraneka ragam, selain berlatar belakang Intelektual pastinya juga berasal dari para jutawan..
Berbagai Visi-Misi bertarung dalam janji, dan menjadikan bahan untuk kempanye berenergi..
Para calon menganggap ini merupakan investasi, di mana kursi jabatan dijadikan komoditi..
Jika kalah mereka merasa rugi, dan jika menang mereka akan memperkaya diri..
Partai politik sibuk menawarkan harga diri, dan para politisi sibuk mengatur strategi agar para calon bisa meraih kursi..
Para akademisi sibuk menjadi pengamat, media dan televisi sibuk mencari iklan promosi, sementara rakyat menjadi korban opini..
Aktivis Mahasiswa dan LSM pun tergabung dalam tim organisasi, mereka berorasi seolah jagoannyalah yang akan mampu memberi bukti..
Di media sosial para lovers siap membangun opini, membuat pencitraan seolah setiap kebaikan harus ada bukti..
Spanduk dan baliho terpasang anti badai dan gerimis, slogan yang indahpun ditulis bagai tak terlukis..
Inilah negeri demokrasi.. Para Independensi menghimbau agar rakyat memilih pemimpin sesuai hati nurani, bukan yang di butuhkan negeri..
Dan yang terjadi.. Orang-orang bodoh memilih pemimpin yang salah.. Sementara orang-orang pintar memilih pemimpin berdasarkan prinsip kepentingan pribadi..
Pada akhirnya, semua mengeluh dengan nasib negeri..