Percayalah, hanya pada sebuah konsep manusia Materialisme sehingga muncul sebuah anekdot yang tidak tahu darimana asalnya "Waktu itu adalah Uang", tentu dalam hal ini manusia disibukkan mengejar uang dalam berbagai waktu, karena uang merupakan parameter suksesnya seseorang. Apalagi kita hidup di dunia Kapitalisme ini, uang merupakan kekuatan sekaligus kelemahan pada manusia, bahkan zaman sekarang asalkan ada uang semua bisa diatur, termasuk soal hukum sekalipun. Tetapi yang menjadi problematikanya adalah kenapa "sukses" itu selalu di identik dengan uang? saya pastikan, konsep seperti ini telah mendominasi pola pikir masyarakat Indonesia. Buktinya, lihat kehidupan di lingkungan anda sendiri, bagaimana orang-orang sibuk mengejar uang, bahkan ada yang rela melakukan apa saja asal mendapatkan kekayaan.
Ada sebuah pertanyaan rasional yang mungkin sering ditanyakan orang lain kepada kita :
Menurut anda, mana yang benar "makan untuk hidup, atau hidup untuk makan?" silahkan jawab di dalam hati anda masing-masing. Jika anda memilih "makan untuk hidup", maka anda berada pada motivasi yang benar, sebab anda makan untuk kebutuhan. Namun jika anda memilih "hidup untuk makan", maka anda tidak lebih dari seekor binatang, karena binatang itu hidupnya enak, tak perlu memikirkan apa-apa, mereka mencari makan untuk kehidupannya sendiri. Sayang sekali jika anda di dunia ini hidup seperti itu (hanya untuk bersenang-senang tanpa memikirkan nasib orang lain), dan dapat dikatakan anda termasuk golongan BINATANGISME!!!.
Berbicara mengenai sukses itu sendiri, saya kira tidak perlu kita cari ungkapan-ungkapan para tokoh dunia tentang definisinya, karena definisi sukses itu bersifat subjektif, siapapun bisa menafsirkan sesuai logika masing-masing. Terlepas daripada definisinya, Islam sebagai agama yang mengatur semua dimensi ilmu dan kehidupan, menjadikan manusia dengan iman dan akalnya, tentu tahu akan batasan-batasan itu.
Sukses itu bukan diukur dari seberapa besar kekayaan yang anda miliki, namun jika sukses benar diukur dari semua itu, maka Nabi Muhammad SAW tidak akan menolak tawaran Malaikat Jibril yang akan menjadikan gunung uhud berubah menjadi emas.
Bukankah Beliau (Nabi Muhammad SAW) telah bersabda: "Sebaik-baik kamu adalah yang paling banyak memberi manfaat terhadap orang lain".
Berbicara tentang manfaat, tentu manfaat dalam konteks yang positif, namun memberi manfaat itu tidak harus jadi seorang pengusaha yang mempekerjakan ribuan karyawan, atau pemuja Kapitalisme yang sok-sok mengatakan bertujuan mengurangi pengangguran, tetapi dengan sebuah doa yang baik, yang anda kirimkan kepada orang lain, itu juga termasuk bagian daripada "memberi manfaat".
Kesimpulannya, jika hidup kita di dunia ini mampu memberi manfaat (positif) terhadap orang lain, maka dapat dikatakan anda termasuk salah satu orang yang "sukses" baik itu di dunia maupun untuk menuju akhirat.