Selasa, 12 Januari 2016

Cinta Ibu.. Cinta Tanpa Definisi




"Seharusnya mereka bikin satu kata baru yang benar-benar bisa menjelaskan makna cinta di hati seorang Ibu. Satu kata di atas kata cinta, satu kata di atas semua kata yang pernah ada, karena kata cinta saja tidak cukup mewakili apa yang dirasakan oleh seorang Ibu". Noe menyebutnya dalam lagu.

Sebagian besar kebaikan yang kita saksikan dalam kehidupan kita, begitu sederhana kita melihatnya, namun terlalu agung jika kita memaknainya.

Seperti matahari.. Kau tak mampu menatapnya, kau hanya merasakan ketika sinarnya menyala-nyala menembus ke pelosok bumi. Kau akan berlindung ketika panasnya membakar kulit bumi.

Seperti hujan deras.. Kau tak mampu mencegahnya, kau hanya bisa menyaksikan kekuatannya membanjiri bumi, mendorong semua keangkuhan dunia, menerobos semua dinding kebencian pada jiwa.
Seperti pelangi.. Kau tak mampu mendekapnya, kau hanya bisa menikmati keindahan warnanya, variasi cinta yang begitu indah berpadu pada jiwanya.

Seperti itulah cinta seorang Ibu, cinta yang ditakdirkan jadi kekuatan angkara murka yang mengawal dan melindungi kebaikan darah dagingnya.

Di sini cinta tidak pernah buta, di sini seharusnya tidak ada kata cinta bertepuk sebelah tangan, di sini cinta mengharuskan adanya respon yang sama, namun apalah daya kita sebagai anak tidak akan mampu membalas cintanya.

Lelaki itu bernama Uwais Al Qarni, ia sudah mengabdi pada Ibunya sampai tuntas, kekuatan cinta dan baktinya terhadap sang Ibu hingga Allah menjadikannya terkenal di langit, ia sangat mulia di hadapan Allah. Namun apakah yang dilakukan Uwais sudah mampu membalas semua pengorbanan cinta sang Ibu?

"Tidak ada budi yang dapat membalas cinta seorang Ibu, apalagi mengimbanginya". Begitu kata Rasulullah.

Sebab cinta Ibu mengalir dari darah dan dagingnya. Anak memang buah cinta dua hati, tapi ia tidak dititip dalam dua rahim. Ia dititip dalam rahim sang Ibu selama sembilan bulan, di sana sang Ibu sudah mulai mempertaruhkan nyawa bagi sibuah hati, embrio bergeliat dalam sunyi sembari menyedot saripati sang Ibu, lalu keluar di antara darah. Inilah ruh yang baru, ruh yang dipertaruhkan bersama nyawa sang Ibu.

Lalu kemudian cintanya terus mengalir, semangat penumbuhan kasih sayangnya bekerja hingga masa depan anak lebih baik. Penat, lelah, jenuh, pengorbanannya tidak mengenal kata-kata itu, bahkan tak peduli angin membadai menerpanya. Sebuah fakta cinta yang lebih dahsyat, sang Ibu tidak pernah berharap agar kelak anak-anaknya bisa membalas semua jerih payahnya. Sungguh ini sebuah pengorbanan cinta yang paling suci, cinta yang paling luhur, seperti kayu yang rela menjadi arang asalkan api menyala.

Inilah cinta sesungguhnya, cinta tanpa tuntutan, cinta tanpa batasan. Tak ada kekuatan yang mampu membunuh cintanya, ini bukan hanya cinta sejati, tapi ini adalah cinta tanpa definisi.


Dan.. Karena hakikat anak adalah titipan Ilahi sebagai sumber kebaikan untuk dunia-akhirat, maka kita sebagai anak wajib berdoa yang terbaik untuk keduanya :

Allahummaghfir lii wa liwaalidayya warhamhuma kamaa rabbayanii shaghiraa
"Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orangtuaku, dan sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangi aku di waktu kecil".

Ibu.. Tiada kata yang dapat kusampaikan selain doa dan terimakasih sudah memberikan pengorbanan cinta kasihmu di hidupku.. Bersamamu dan di sampingmu adalah surga kecil di dunia ini.




0 komentar:

Posting Komentar