This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 24 April 2017

PUISI Nostalgia








Malam terus menipu lamunan

Pada goresan rindu yang tak bertepi
Pada penantian yang tak pasti
Kiranya kutahu ia berlalu pergi

Hembusan angin yang lirih
Meniup sepenggal ingatan
Merenungku di bawah rembulan
Membawaku pada penyesalan

Buih-buih syahdu masih menari dalam imaji
Inginku berteriak, takutku kebisingan
Kubisik pada sepi.. dan ternyata ia tuli


Nostalgia.. jebakanmu sungguh hebat
Hasratku terhenti pada keelokanmu
Separuh asaku membumbung tinggi mencari belaianmu

Nostalgia.. Syairku tak henti melantunkan sajakmu..
Lelapku tak kunjung tiba
Pikiranku tak terbungkam

Nostalgia.. Sungguh aku tak kuat pada garis ini
Rapuh.. bagai bilik dilahap rayap
Senyap.. bagai gitar tak berdawai.



Minggu, 26 Maret 2017

Restuilah Dua Cinta





Kalimat apa yang pantas kita sebutkan untuk dua manusia yang sedang tertancap busur cinta? Adakah momentum perasaan yang lebih dahsyat bahagianya ketika orang mengalami jatuh cinta?
Oh tidak.. Sungguh sulit mencari dan menafsirkan adrenalin yang dirasakan dua sejoli yang sedang jatuh cinta. Sebab, tidak ada yang lebih indah dalam sejarah perasaan manusia seperti saat ketika cinta mempersatukannya. Sebab, ketika cinta tumbuh pada kedua jiwa manusia maka akan tampak menyatu bagaikan matahari dengan sinarnya, atau bagaikan pelangi dengan warnanya. Mungkin memang terlalu sederhana cara menyebut kata "cinta" itu, namun gelombang yang dihasilkan cinta sungguh begitu dahsyat: Tidak bisa tidur karena rindu, tidak bisa makan karena hasrat, tidak bisa bernalar karena tekad, yang ada hanya cita, yang ada hanya keinginan, yang ada hanya puisi yang melantunkan wajah sang kekasih: "Kaulah bulan, kaulah bintang, kaulah cahayaku, kaulah matahariku, kaulah nafasku, dan sebagainya.."
Berlebihan memang, tapi begitulah cinta itu ditakdirkan, ia adalah kata yang membunuh logika, namun ia akan sempurna ketika disatukan.

Lalu Kenapa ada cinta jiwa pada dua manusia yang tidak membawa ke pelaminan? Alasan apa dua cinta jiwa tidak direstukan? Ingatkah kita akan penderitaan yang dialami Laila dan Qais? Puaskah kita menyaksikan kisah Romeo dan Juliet yang berujung tragis? Semua itu karena cinta.
Begitu banyak peristiwa-peristiwa miris yang dilahirkan oleh cinta, namun sebagian kita lupa mengambil pelajaran dari fakta-fakta peristiwa tersebut.

Pemuda yang diterima Rasulullah saw untuk Siti Fatimah itu adalah Ali bin Abi Thalib. Namanya memang begitu populis di kala itu, namun ia adalah pemuda miskin. Yang menarik, kenapa Rasulullah lebih menerima Ali untuk Fatimah sedangkan sahabat-sahabat lain jauh lebih gagah dan penuh pesona di banding Ali? Cinta yang tumbuh pada jiwa Ali adalah cinta jiwa yang benar-benar suci, dan begitu juga yang dialami Siti Fatimah, keduanya memiliki cinta yang bisa meluluhlantakkan keangkuhan dunia. Dan Rasulullah tahu apa yang dirasakan keduanya, itu sebabnya beliau (Rasulullah) menyatukan cinta mereka.

Islam memang begitu, islam merupakan agama kemanusiaan, nilai-nilai cinta pada manusia selalu ramah dalam islam. Karena itu Rasulullah saw lantas bersabda: “Tidak ada yang lebih baik bagi mereka yang sudah saling jatuh cinta kecuali pernikahan”.

Maka dengan demikian, hargailah para pencinta, sebab itu merupakan perasaan yang luhur, dan karena itu perasaan yang luhur, islam selalu menghargai dan memahaminya. Maka apa yang membuat sebagian orang tua tidak merestui cinta? Sebab budaya? Suku? Ras? Pangkat? Jabatan? Kekayaan? Jika semua itu tidak terbentur dengan ajaran islam, maka kasihanilah para pencinta, izinkan kedua sayap cinta itu terbang menggapai singgasananya. Sebab di balik semua itu ada sebuah mutiara kebahagiaan yang tidak cukup didefinisikan oleh para penyair-penyair yang melegenda. Dan sebab itu pula Kahlil Gibran hanya bisa berkata:
"Cinta adalah sebuah kegilaan, sementara yang dapat menyembuhkan hanya dengan pernikahan".



Selasa, 03 Januari 2017

Indikasi dan Pemicu Perang Dunia Ke-3





Perang bisa punya banyak makna kepentingan, dan kebanyakan dari pemaknaan kepentingan tersebut bertalian dengan bisnis. Salah satunya jika tidak ada perang, maka industri senjata bisa gulung tikar. Itu sebabnya perang terus "diciptakan". Meski terapan edukasi sosial semakin tinggi, wajah manusia telah berubah, namun perang tetap menjadi sebuah gagasan politis.
Dalam historisnya, perang yang paling spektakuler ditulis sebagai "perang dunia ke-1 dan perang dunia ke-2". Dan tidak menutup kemungkinan perang dunia ke-3 juga akan mewarnai catatan sejarah baru. Kapan, di mana, dan negara-negara apa saja yang terlibat dalam perang dunia ke-3? kita belum tahu, namun yang pasti beberapa indikasinya telah diperkirakan gelombang perang dunia ke-3 akan terjadi pada fase ini. Baru-baru ini, mantan pimpinan Uni Soviet menulis di salah satu akun media sosialnya, dunia sedang mempersiapkan "perang besar" dan tentu pernyataan yang ditulisnya berdasarkan pengamatan dari berbagai situasi dinamika geopolitik yang terjadi. Tidak hanya itu, banyak dari pengamat dan tokoh-tokoh lain pun kerap mengeluarkan prediksi yang sama. Artinya dunia betul-betul sedang mengalami transisi gesekan politik yang semakin krusial, sebagaimana pemicu perang dunia ke-1 dan ke-2 terjadi. Menurut yang kita saksikan secara umum pada 2016-2017, memang benar adalah tahun yang marak kemarahan, ramalan China menyebutnya tahun Api, tahun yang panas dengan sejumlah kebijakan-kebijakan dunia yang cenderung agresif. Persaingan yang semakin intens, mulai dari persaingan ekonomi, kekuatan militer, hingga persaingan produksi senjata dan nuklir, yang mengakibatkan sensitivitas antar-negara. Belakangan, angkatan perang, tank, dan kendaraan lapis baja lainnya mengangkut lebih banyak personil ke Eropa. Pasukan Rusia dan NATO menggunakan senjata dan ditempatkan lebih dekat satu sama lain, seolah untuk menembak titik pusat perang dunia ke-3 terjadi. Negara saling mengancam, politisi dan petinggi-petinggi militer juga terdengar lebih agresif dan mempertahankan doktrin lebih berbahaya. Komentator dan tokoh-tokoh media bergabung dalam paduan suara permusuhan. Semuanya tampak seolah-olah memang dunia sedang mempersiapkan "perang besar" Sementara, kesenjangan sosial semakin tumbuh di berbagai belahan dunia; tragedi kemanusiaan di Suriah, serangan Aleppo, pembersihan etnis Rohingnya, dan banyak tempat lainnya, yang seharusnya anggaran-anggaran negara lebih banyak berjuang membiayai esensial sosial masyarakat. Miris!!! belanja militer tumbuh, uang dengan mudah menemukan senjata canggih dengan kekuatan nuklir senjata pemusnah massal, dan kapal selam salvo tunggal mampu menghancurkan setengah benua karena sistem pertahanan rudal yang melemahkan stabilitas strategis. Dunia betul-betul kacau. Perkiraan mulai 2015, adalah titik mula kita menyaksikan persiapan agenda perang di berbagai belahan dunia. Dan sepertinya tahun ini menentukan "siapa lawan? siapa kawan?" Namun semua itu terlalu dini kita menebak teka-teki tersebut. Menjelang Pemilu Amerika Serikat dan Pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat yang ke 45, wajah dunia bermake-up kekacauan. Bursa ekonomi turun drastis, terutama karena tarik menarik harga minyak dunia, yang membuat ekonomi global stagnan. Begitu juga konflik horizontal/vertikal yang mewarnai di beberapa negara. Di Asia misalnya, seperti halnya kita saksikan di tanah air, kegaduhan soal penista agama hingga melahirkan peristiwa aksi 411, 212 dan 112, dan sempat mengundang beragam reaksi media-media asing. Begitu juga dengan negara-negara di Asia lainnya, impeachment presiden Korea Selatan Park Geun-hye, demo besar di Malaysia yang dipimpin langsung oleh mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Lain halnya dengan Phillipina, yang kerap terdengar kontroversial dengan berbagai kebijakan presiden Duterte, Kim Jong Un dan Korut nya sibuk uji coba senjata nuklir hingga mengusik negara-negara elit lainnya. Imperialis China terhadap negara-negara lain juga menjadi ancaman pemicu konflik besar. Di wilayah kutup lain, kita bisa menyaksikan negara-negara populis bersekutu membombardir wilayah kekuasaan ISIS. Siapa yang menyangka perang dingin antara blok barat versus blok timur terhenti ketika Donald Trump dengan (AS) nya bersekutu dengan Putin (Rusia)? Ketika lawan jadi kawan (koalisi Kapitalis-Komunis). Erdogan (Turki) yang kita kenal dingin dan santun juga bersikap sama seperti Amerika dan Rusia. Semua itu dengan dalih memerangi terorisme. Karena propaganda ISIS yang terlihat semakin agresif, dengan berbagai acak modus hingga menewaskan sekaliber dubes. Terlepas dari segi kepentingan ekonomi, sepertinya Islam yang dilabeli sebagai teroris juga sebuah alasan untuk menekan tombol nuklir nantinya. Ini bisa kita lihat dari statement yang diutarakan presiden Donald Trump yang berencana menghabisi ISIS sampai ke akar. Belakangan muncul kebijakannya yang dianggap rasis, yang berbunyi melarang imigran dari tujuh negara muslim terbesar di dunia untuk memasuki Negeri Paman Sam tersebut. Artinya konflik dunia bisa juga dilandasi propaganda SARA via terorisme. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Sepertinya tidak perlu kita paparkan dalam tulisan ini, karena sang Panglima TNI bapak Jenderal Gatot sudah menceritakan dengan konsep yang lebih objektif dalam program ILC di TV One pada tahun lalu. Mari kita simak kembali... https://www.youtube.com/watch?v=pPiS2K_vXnc

Kita (Indonesia) sebagai negara yang besar berharap semoga semua kegaduhan yang sedang menguji keutuhan Bhineka Tunggal Ika segera menemukan titik kondusifnya. Mari kita jaga bersama kasatuan NKRI agar mampu menghadapi prahara globalisasi.